Orang dengan gangguan kesehatan jiwa masih sering mendapat perawatan yang tidak semestinya. Mereka sering dibiarkan begitu saja membuat keresahan atau dikurung dalam pasungan. Melihat hal ini membuat sosok Jamiin tergerak hatinya untuk menolong mereka.
Pria yang kini berusia 52 tahun sudah sejak 2002 berusaha untuk merangkul masyarakat di sekitarnya yang menderita gangguan jiwa. Hingga kini, warga asal Jombang, Jawa Timur, ini rela menghabiskan waktu dan berkorban demi kesembuhan mereka.
“Kita memang tidak ada pengalaman dengan keluarga pengidap gangguan jiwa atau latar belakang psikolog. Tapi kita ada kemauan untuk membina orang-orang dengan keterbelakangan mental. Saya dulunya mungkin hanya pekerja bangunan, tapi kita tergugah untuk mau membantu,” tuturnya saat ditemui Okezone, di Jakarta, Senin 9 November 2015.
Usahanya dimulai dengan terjun menyelamatkan orang-orang pengidap gangguan jiwa yang tidak terurus di rumah-rumah keluarga mereka atau di jalanan. Dari situ ia mulai membangun tempat penampungan yang ia usahakan bersama dengan biaya relawan.
“Kita berusaha membina penderita gangguan jiwa ini dengan kasih sayang. Kita mandikan mereka, kita kasih makan, kita juga kasih terapi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan,” terang sosok yang pada Hari Pahlawan 10 November ini mendapat penghargaan Pahlawan untuk Indonesia kategori kesehatan.
Dari situ, Jamiin kemudian membangun Yayasan Penuh Warna dan panti yang diberi nama Griya Cinta Kasih. Meski hingga saat ini ia mengaku sudah berhasil merawat 1615 pengidap gangguan jiwa dan memiliki 12 relawan tetap, perjuangannya untuk sampai ke sana tidaklah mudah.

“Dulu pendirinya banyak, 40 orang-orang sosial dari berbagai profesi direkrut dengan perjanjian bekerja tanpa kompensasi apapun, selain fokus pada jiwa raga untuk kepentingan sosial. Selang beberapa lama makin banyak orang yang perlu kita support, kita jadi semakin perlu banyak biaya dan tenaga. Kemudian satu persatu pergi, hingga akhirnya saya ditinggal sendiri,” kenangnya.
Tak hanya itu, pengalaman lain seperti didemo warga dan aparat, serta dipenjara pernah dialami Jamiin. Walau demikian, tidak ada kata kapok atau keinginan untuk menghetikan perjuangannya menyelamatkan orang-orang dengan gangguan jiwa yang terlantar.
“Kita pernah didemo masyarakat bahkan aparat keamanan karena dianggap mengajarkan aliran sesat atau punya tendency politik tertentu. Lalu dipenjara karena tuntutan menyebabkan kematian. Kita dipanggil Kementerian Kesehatan karena melanggar hak minum obat. Ditentang melanggar HAM pun pernah. Jadi, banyak sekali tantangannya. Tapi kita tidak surut untuk berjuang terus, sampai masyarakat akhirnya menerima kita,”
Namun, pria yang memiliki empat anak kandung ini kini bisa terseyum bahagia dengan perjuangannya dan bayak relawan lain untuk yayasannya. Ia mengaku sudah banyak “anak asuhnya” yang kembali ke masyarakat untuk bekerja dan berkeluarga seperti layaknya masyarakat normal.
“Ada bayak sekali pengalaman yang tidak bisa dilupakan dari merawat mereka. Ada pengidap gangguan jiwa asuhan kita yang kemudian jadi polisi, tentara, bekerja di luar, kemudian menikah dan punya anak. Kita memang tidak bisa memastikan kapan mereka bisa sembuh, tapi pastikan kita berbuat sesuatu dulu untuk membantu mereka dan minta bantuan Tuhan,” pungkasnya.
OKEZONE
Tak hanya itu, pengalaman lain seperti didemo warga dan aparat, serta dipenjara pernah dialami Jamiin. Walau demikian, tidak ada kata kapok atau keinginan untuk menghetikan perjuangannya menyelamatkan orang-orang dengan gangguan jiwa yang terlantar.
“Kita pernah didemo masyarakat bahkan aparat keamanan karena dianggap mengajarkan aliran sesat atau punya tendency politik tertentu. Lalu dipenjara karena tuntutan menyebabkan kematian. Kita dipanggil Kementerian Kesehatan karena melanggar hak minum obat. Ditentang melanggar HAM pun pernah. Jadi, banyak sekali tantangannya. Tapi kita tidak surut untuk berjuang terus, sampai masyarakat akhirnya menerima kita,”
Namun, pria yang memiliki empat anak kandung ini kini bisa terseyum bahagia dengan perjuangannya dan bayak relawan lain untuk yayasannya. Ia mengaku sudah banyak “anak asuhnya” yang kembali ke masyarakat untuk bekerja dan berkeluarga seperti layaknya masyarakat normal.
“Ada bayak sekali pengalaman yang tidak bisa dilupakan dari merawat mereka. Ada pengidap gangguan jiwa asuhan kita yang kemudian jadi polisi, tentara, bekerja di luar, kemudian menikah dan punya anak. Kita memang tidak bisa memastikan kapan mereka bisa sembuh, tapi pastikan kita berbuat sesuatu dulu untuk membantu mereka dan minta bantuan Tuhan,” pungkasnya.
OKEZONE