Pabrik terbesar di dunia untuk kloning hewan rencananya dibangun di Tianjin, China, pada tahun depan. Perusahaan Boyalife Group yang bakal membangunnya memberikan pengumuman ini pada Selasa 1 November.
Pusat pengembangan ini merupakan joint venture antara perusahaan bioteknologi China Boyalife dan Sooam Biotech yang merupakan perusahaan riset asal Korea Selatan. Fasilitas senilai USD31 juta ini akan mengkloning hewan seperti sapi, anjing untuk hewan peliharaan maupun terlatih untuk keamanan, dan kuda pacu. Fasilitas ini juga akan mencakup bank gen dan museum.
Xu Xiaochun, pimpinan Boyalife Group, mengatakan bahwa peternak di China kesulitan menghasilkan sapi potong yang cukup untuk memenuhi permintaan pasar. Dia mengatakan bahwa pusat ini akan memproduksi 100.000 ternak embrio setahun, meningkat menjadi 1 juta embrio.
Banyak netizen mengekspresikan skeptisisme mereka makan daging kloning, terutama dari negara yang berada dalam skandal keamanan makanan. Para kritikus juga merasa gelisah tentang rencana itu karena pendiri Sooam Biotech, Woo-suk Hwang, dihukum pada 2009 karena penggelapan dana penelitian dan membeli telur manusia secara ilegal untuk penelitian.

"Apa pun yang berhubungan dengan Woo-suk akan jadi mencurigakan," kata Jaydee Hanson, analis senior kebijakan di Pusat Keamanan Pangan. "Saya tidak mengharapkan Boyalife bertahan lama," tambahnya.
Meskipun teknologi kloning telah ada selama lebih dari 20 tahun, tepatnya pada 1996, praktik ini masih kontroversial. Pada September, Parlemen Eropa melarang kloning hewan ternak karena khawatir pada kesejahteraan hewan.
"Yang paling penting dengan teknologi apa pun yang digunakan dalam penyediaan makanan adalah untuk memastikan bahwa produk yang dibuat dari teknologi tersebut aman untuk makan," ujar Gregory Jaffe, direktur proyek biotek di Pusat Ilmu Pengetahuan untuk Kepentingan Umum.
Food and Drug Administration AS pada 2008 memutuskan makanan dari hewan kloning aman untuk dimakan. Para ilmuwan di China pun telah mengkloning sejumlah hewan termasuk domba, sapi dan babi sejak 2000.
"Sebelum ini, kloning di China terbatas pada penelitian ilmiah. Semakin banyak perusahaan telah menunjukkan minat berinvestasi di bidang teknologi untuk penggunaan komersial, terutama peternakan," Boyalife menyatakan di situsnya.
Meskipun teknologi kloning telah ada selama lebih dari 20 tahun, tepatnya pada 1996, praktik ini masih kontroversial. Pada September, Parlemen Eropa melarang kloning hewan ternak karena khawatir pada kesejahteraan hewan.
"Yang paling penting dengan teknologi apa pun yang digunakan dalam penyediaan makanan adalah untuk memastikan bahwa produk yang dibuat dari teknologi tersebut aman untuk makan," ujar Gregory Jaffe, direktur proyek biotek di Pusat Ilmu Pengetahuan untuk Kepentingan Umum.
Food and Drug Administration AS pada 2008 memutuskan makanan dari hewan kloning aman untuk dimakan. Para ilmuwan di China pun telah mengkloning sejumlah hewan termasuk domba, sapi dan babi sejak 2000.
"Sebelum ini, kloning di China terbatas pada penelitian ilmiah. Semakin banyak perusahaan telah menunjukkan minat berinvestasi di bidang teknologi untuk penggunaan komersial, terutama peternakan," Boyalife menyatakan di situsnya.