I stilah radikalisme dalam Islam biasanya digunakan untuk kelompok-kelompok Islam garis keras. Ketika kita mendengar istilah radikalisme, stigma yang ada pada kita adalah negatif, sebab banyak alasan fakta yang membuat kita bisa berkesimpulan demikian. Terlebih, apakah kita paham secara mendalam terhadap istilah radikalisme atau tidak.
Radikalisme adalah aliran atau paham yang radikal terhadap tatanan politik, bisa juga, paham atau aliran yang menuntut perubahan sosial dan politik dalam suatu negara secara keras (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia).
Kita dapat melihat bagaimana kasus-kasus tindakan Islam radikal yang menuntut didirikannya Indonesia sebagai negara Islam. Kemudian dalam catatan sejarah radikalisme Islam semakin menggeliat pada pascakemerdekaan hingga pascareformasi, sejak Kartosuwirjo memimpin operasi 1950-an di bawah bendera Darul Islam (DI). Sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama, justifikasi agama dan sebagainya.
Terorisme dan radikalisme selalu menegaskan bahwa penanganan yang bukan dari akarnya tak akan mampu memutus mata rantai terorisme dan radikalisme. Karena memerangi terorisme dan radikalisme bukan dari akarnya, semisal dengan membentuk Densus 88, tak ubahnya pohon berduri yang membahayakan kemudian hanya memotong duri-durinya dan membiarkan akarnya tetap hidup. Tentu suatu saat akar itu akan menumbuhkan duri-duri kembali. Berbeda dengan ketika akarnya telah mati, maka duri terorisme dan radikalisme pun tak akan tumbuh kembali.
Tapi, lain halnya dengan maraknya kasus radikalisme yang mulai mencuat akhir-akhir ini, tak terkecuali di Lampung, khususnya terjadi lantaran banyaknya pembiaran ajaran-ajaran sesat oleh tokoh agama, semisal NU dan Muhammadiyah, yang sadar tidak sadar menyasar pengikutnya, semisal mulai berani tampil ke depan dengan membangkitkan amarah menggunakan dalil-dalil yang benar tapi tidak tepat di tempat yang tidak semestinya.
Selain kedok umrah gratis yang terjadi di Mesuji, Lambar, dan daerah-daerah lain yang dirilis Polda Lampung pada akhir tahun 2015 yang mencapai 44 titik terindikasi dan semoga yang tidak terindikasi tidak lebih banyak, mensyiratkan radikalisme mulai menggunakan berbagai cara merekrut pengikut dengan terang benderang tanpa adanya ketegasan dari pihak berwajib seolah tumpul berhadapan dengan kekerasan.
Lampung yang penduduknya heterogen dan saling menjaga kerukunan sekarang mulai masuk zona kuning paham radikal tanpa adanya penghalang yang mampu menyaring berbagai ajaran melalui berbagai media penyampai dan teranyar sosmed dengan keterbukaan informasi yang berdampak membeludaknya paham-paham radikal yang mampu menyusup di dalam grup dan media pencari. Mungkin bagi orang yang paham tidak terlalu signifikan, tapi bagi mereka yang belum dan berusaha mencari dalil-dalil argumentatif tentang agama akan mudah terbawa. Di sinilah peran serta bukan saja pihak berwajib dan media, melainkan organisasi keagamaan ikut serta membentengi akidah umat dari paham radikal.
Sebenarnya ini semua mampu di ambil satu garis lurus untuk meluruskan aliran sesat yang sudah terlalu menjamur agar tidak merusak dengan memperkuat nasionalisme tentu saja disertai penguatan akidah juga dan terutama melarang serta bila perlu membubarkan kelompok kajian, LSM, dan parpol yang tidak berasaskan Pancasila sebagai nilai dasar bangsa Indonesia (UUD 1945). Selama kelompok yang tidak menganggap Pancasila sebagai asas dasar masih ada, maka selama itu pula yang namanya radikalisme akan terus ada di bumi pertiwi tercinta. Karena bagaimanapun kelompok ini ikut menyumpang bahkan berperan besar menyuburkannya.
Sudah sepatutnya semua elemen yang concern dengan bahaya radikalisme berangkulan melawan bahaya laten yang ditimbulkan oleh aliran sesat ini. Tanpa menyinergikan elemen-elemen tersebut, maka pembasmian terorisme dan radikalisme dari akarnya akan sulit terwujud atau bahkan mustahil. Begitulah, bahwa untuk memerangi terorisme dan radikalisme memang membutuhkan peran dari banyak elemen. Tapi peran paling vital adalah yang seharusnya dilakukan oleh para ulama, karena mereka penjaga moral bangsa ini sesungguhnya.
Pengaruh radikalisme yang sudah menjalar sekelompok warga bangsa itu perlu diluruskan, terutama tentang paham khilafah islamiyah, jihad, dan pengafiran. Dari sinilah maka perlu program aksi untuk melawan tersebut, meliputi tiga hal, yakni dakwah, kegiatan sosial, dan pemberdayaan ekonomi. Semoga di bumi Tanah Lada ini kita tidak menemui anak daerah yang ikut terlibat di dalamnya lagi.
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya, lalu jika tidak mampu maka dengan lisannya, lalu jika tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah–lemah iman.” (HR Muslim)
Penulis: M Ikromuddin Wahab, Ketua Keagamaan di PKC PMII Lampung